Jumat, 30 Mei 2014

Kegilaan di Warung Bi Misni (Bagian IV / Akhir)

pulang sekolah kali ini, terlalu lama menunggu kedatangan angkutan sampai didepan kami. kelelahan ini, dan kejenuhan ini masih bergelayut. aku biasa duduk di bawah pohon *bacang, akar-akarnya menyembul keluar. menjuntai keras kepermukaan. seumpama hewan, pohon ini bak gurita. aku terbiasa duduk diatas akar-akar yang menjuntai itu. terkadang juga, aku duduk di bawah pohon gori, yang dibawahnya, dipakukan selembar papan dengan penyangga kecil terbuat dari broti kecil dibawahnya, dan diujung lain papan itu disanggah dengan sebatang broti yang cukup besar sebagai penyangga diujung lainnya, hingga papan itu menyerupai sebuah bangku disekolahku.

terkadang aku juga duduk diteras warung, bercerita dengan yang lain, yang terkadang Bi Misni juga ikutan nimrung bercerita sok akrab, seolah faham gaya hidup kami di kampung.

dan disanalah, dibawah pohon bacang itu, semula aku duduk sendiri sebelum akhirnya, Sabar, adalah teman paling *gaya meski pantatnya, (kau tahu ? pantatnya ibarat selembar papan),dimana daging-daging yang membungkus pantatnya hilang, habis ditelan rokok. maka, kau tidak 'kan saja melihat betapa rampingnya pantatnya itu, tetapi dadanya,dan bahunya, dan dibawah leher, dan tangannya, kering kerontang tinggal tulang dan *kentut dimakan rokok. (yah, dugaanmu benar, dia adalah teman *paling perokok) meskipun sebenarnya, terkadang aku sering bermain-main dengannya, ntah pun mencari *kemiri di gunung perladangan milik Pak Dabalok, seorang pengusaha kaya dikampung kami.

Sabar datang bersama teman paling penjilat adalah Sukris, 'kuceritakan sedikit tentang dia.
Sukris adalah teman paling imut. Sukris adalah sainganku dimata teman-teman perempuanku. tetapi, Ya Tuhan, dia terlalu dimanja orangtuanya. ia harus pulang cepat, dia tidak boleh pulang larut malam, dia tidak boleh main jauh-jauh dari kampung. dia ..
yah, tentu masih banyak, tetapi waktuku, dan ruang ini tidak cukup untuk mengurai tentangnya terlebih hidupnya kurang penting untuk diceritakan kali ini.
masih ada lagi, Ono adalah teman paling *Ndeso, Melan adalah teman paling pecundang, Mingan adalah teman paling misterius.
maka, jadilah kami semua: Sandra,Syahrul, Sabar, Sukris, Ono, Melan, Mingan dan Aku, nimrung disini, di bawah pohon bacang besar ini bercerita dan tertawa tentang *kegilaan.

tentang kegilaan Syahrul, yang, astaga, gila luar biasa. 'Kulihat dia tersenyum menahan malu, sekaligus terluka. dia duduk diatas akar pohon *Aren yang kering disambar petir, yang berdiri tegak tanpa daun disamping pohon bacang itu.
aku bisa merasakan kekesalannya, aku melihat itu dari senyumnya, yang, sebenarnya, jika aku menafsirkan dia sedang sakit hati sebab aibnya dikuak. aibnya mengurai disini, mengembang dan terpencar pecah-pecah dihempas angin, hingga semua orang mengdengarnya.

tetapi aibnya itu menjadi lelucon paling lucu didunia, barangkali melebihi lucu adegan pelawak ternama seperti Sule. kami tertawa, ngakak lepas sesaat setelah Sabar membeberkan cerita memalukan tentang Syahrul yang dengan kegilaannya seminggu lalu, mengoleskan, (maaf) spermanya di seputar dada dan perut dan juga didagunya dengan alasan, katanya, untuk obat penumbuh rambut.
siapa yang tidak tertawa mendengar cerita itu?

dan kegilaan itu, membuatku kegelian, terlebih, tiba-tiba aku ingat kejadian malam minggu semalam, dengan pelan-pelan Sandra membisikkan kepadaku begini:
"lepas selopmu!" sejenak aku bingung meski aku tetap menurutinya.
sesaat 'melepas *selop 'kuamati Sandra pelan-pelan mengangkat kakinya dibawah kekawat dan tetali jemuran pakaian seperti hendak mencuri sesuatu, dan setibanya di sana adalah di samping rumah berdinding bambu itu tiba-tiba 'kulihat Sandra, Ya Tuhan, 'Kulihat dia menempelkan wajahnya didinding itu.

 

Selesai

ditulis pada, Jum'at 30 Mei 2015

Tidak ada komentar: