Senin, 22 Desember 2014

Miss Hang (Bagian II)

(Cerbung ini bergender dewasa tetapi bukan pornografi)

tersengal napasku menaiki bus ini.
seorang lelaki, yang tepatnya adalah calo taksi yang mengekoriku dari pintu masuk kedatangan domestik kemudian menjauh sesaat setelah kakiku mendaki di pintu masuk bus itu.
aku masuk dari pintu depan, supir bus itu belum selesai mengurus pekerjaanya: menaikkan koper, karung dan barang-barang berbeban besar ke atas dan kedalam bagasi bus, serta mengomandoi para penumbang yang baru saja keluar dari pintu otomatis ruang bandara untuk sesegera naik ke dalam bus, bus yang kami tumpangi ini beberapa menit kemudian akan laju.

ada dua orang wanita duduk di samping pintu masuk, mungkin mereka ibu dan anak. satu diantaranya adalah seorang gadis dengan rambut terburai melewati bahu, mengenakan celana karet berwarna hitam yang ketat, yang duduknya persis seperti tante-tante, (atau seperti penjual sayur di kampungku yang biasa duduk di bangku tengah di 'montor' sepulang belanja). gadis itu, mengamati kedatanganku, terlebih ketika aku berbicara dengan gadis bermata sipit disampingku yang akan aku kisahkan sebentar nanti. (pikiranku masih bertumpu pada gadis bercelana ketat ini, aku tertarik juga mengisahkan tentang gadis ini, sekiranya nanti dapat menjadi pelajaran menarik bagi semua pembaca).

tentang gadis bercelana ketat ini, (maaf) aku *jengkel melihatnya. matanya mengamatiku tajam, sorot matanya seperti *kadal. kadal, yang meski larinya tidak begitu lincah tetapi matanya liar. dia masih mengamatiku. ntah apa yang dia cari padaku. rambutku, memang seperti gembel yang kurang mandi. tapi, maaf, aku sangat narsis dengan rambutku ini, karenanya aku percaya diri meski rambutku seperti 'sabut kelapa yang serak.

sesaat memang, sambil mengamati bangku-bangku yang kosong 'kusempatkan melirik kepada gadis bermata kadal tadi. oh, ternyata benar, dia mengamati rambutku.

gadis itu, sinis, tapi kemudian tersenyum ketika 'ku membalas senyum kepadanya, senyum pura-pura. (jangan kamu pikir aku terarik padanya? aku justru jengkel luar biasa sebab wanita itu *sok pintar.) dia sesekali mengajakku berbicara disela-sela lengangku bahkan diwaktu 'tak diam. dia sering mengamatiku. 'maka karenanya aku sempat tidak perduli padanya meski dia sempat toleh terlalu dalam ke arahku, padahal bangku dimana dia dan (mungkin) ibunya yang duduk disampingnya, terlalu serong dengan bangku dimana aku duduk. ibunya, sempat 'kudengar menerima telepon dengan berbahasa Aceh. ibu ini, nantinya mengajariku supaya mengatakan kepada wanita di sampingku untuk memakai celana yang benar-benar tertutup sementara disampingnya, entah anak, entah adik, entah juga saudaranya, memakai celana ketat nyaris seperti telanjang hingga *vaginanya menonjol di selangkangannya.

baiklah, kita lupakan kedua wanita tadi, aku ingin kembali fokus pada tujuanku adalah wanita bermata sipit, yang tadi sempat 'kusinggung diawal. maka, supaya cerita ini lebih menarik, aku akan mengulang sedikit.

***
dan di sela sengal napasku tadi, satu-satu tersepul dikoridor bus ini, lamat aku mencari tempat duduk yang nyaman. mumpung mesin bus ini belum dihidupkan, apalagi supir bus itu, seperti yang 'kuceritakan di atas tadi, masih sibuk dengan pekerjaanya. maka, aku tidak lagi tampak terburu-buru seperti sekedatanganku di bus ini. lamat aku mengamati bangku-bangku yang masih sebagian kosong.

semula aku hendak duduk di bangku dengan barisan ke-3 dari belakang bangku supir, tapi kemudian aku mundur selangkah, mengamati kembali bangku di bariske-2, lalu aku bergegas lagi ke belakang, dan kemudian maju ke depan lagi dan terakhir aku menjatuhkan pandanganku persis di belakang bangku sopir. seorang gadis duduk disana, lalu : "maaf, mbak, disini sudah ada orangnya ?" tanyaku kepadanya sambil menunjuk ke bangku kosong persis di sampingnya. tapi dia menjawab "haa... haa" begitu dia menjawab dengan nada terakhir setengah meninggi, seperti nada orang tiongkok yang mengucap 'haa' untuk ungkapan 'ya ?'  atau 'ya.'

untuk itulah, aku setengah bingung dibuatnya. tanggapan wanita itu seperti seolah penolakan, tapi heran, jika dia menolak kenapa dia bergeser seolah memberi ruang yang lebih luas kepadaku, sungut bathinku.

#bersambung

ditulis di Medan, 6 Desember 2014

Tidak ada komentar: